Peraturan Helm SNI Tidak Penting !………

Foto di kiri adalah contoh orang-orang yang beranggapan bahwa pemakaian helm hanyalah sebagai pemenuhan suatu peraturan agar tidak kena sanksi pidana. Selama tidak ada petugas yang mengawasi….. “kumaha aing we !”  (suka-suka gue aje).

Pola pikir itulah yang harus kita rubah. Suatu peraturan dibuat, pastinya ada tujuan yang ingin dicapai, antara lain keamanan, keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.

Pola pikir adalah mind set seseorang yang mendasari perilaku atau tindakannya sehari-hari. Secara umum mind set adalah sikap mental yang menetap (fixed mental attitude) . Mind set ini dipakai oleh seseorang sebagai dasar untuk bersikap dan berprilaku sehari-hari.

Tiga komponen utama Mind Set :

1. Paradigama, yaitu cara pandang seseorang terhadap sesuatu.
2. Keyakinan Dasar, adalah kepercayaan yang dilekatkan sesorang terhadap sesuatu.
3. Nilai–nilai Dasar, adalah batasan–batasan untuk melakukan suatu tindakan oleh seseorang yang dijunjung tinggi olehnya serta mewujud dalam sikap dan karakternya.

Sekarang  marilah kita merubah pola berpikir bahwa kewajiban pemakaian helm SNI sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 2009, adalah  :

Paradigma (baru), pemakaian helm SNI adalah suatu kebutuhan untuk lebih melindungi diri sendiri, bukan untuk menghindari sanksi pidana.

Keyakinan Dasar, bahwa pemakaian helm SNI hanya mampu memberikan perlindungan minimal terhadap bahaya-bahaya lain di jalan raya (apalagi kalau tidak SNI ?).

Nilai–nilai Dasar, yaitu terwujudnya  budaya bangsa (just culture), tunjukkan bahwa etika berlalu lintas yang aman dan tertib adalah budaya bangsa kita, Indonesia.

Mari kita mulai dari sekarang, sebab apabila ketiga komponen tersebut di atas sudah mendarah daging, maka Peraturan Helm SNI (menjadi) Tidak Penting !………

.

(O2r, 2010)

.

Keterangan Foto (diambil di daerah Gunung Batu, Bogor, 28/02/10) :

1. Motor kiri : si bapak tidak memikirkan keselamatan diri sendiri.
2. Motor tengah : si bapak membiarkan anaknya tanpa helm dan isterinya hanya memakai helm “cetok” tanpa dikancingkan.
3. Motor kanan : si ibu memakai helm “full do’a”, hanya kerudung (jilbab).

.